Konsep Rejeki dan Hindari Iri (7)

Hai!
Sudah lama sekali ya rasanya tidak menulis.

Tulisan terakhir masih tentang per-MPASI-an si kecil, yang sebenarnya mau aku lanjutin sampai dia genap 1 tahun ternyata GAGAL. Wkwk.
Ya tapi intinya, makanannya gitu-gitu aja sih.
Nggak ada yang spesial-spesial amat.

Sebenarnya tinggal 5 hari lagi sih, agar tulisan per-MPASI-an genap sampai si kecil 1 tahun.
Namun mengingat file-file sudah banyak yang aku pindahkan ke laptop dan aku malas mencarinya lagi, jadi ya…..anggap saja mirip-mirip lah menu-nya dengan H-4 tersebut. Wkwk. (MPASI Aisha Hari Ke-178)
Hanya sebagai tambahan informasi, saat genap 1 tahun Aisha mencicipi sushi dengan topping yang ada (termasuk bumbu yang menempel). Haha, kacau ya.
Kalau kata teman, usia 1 tahun itu saatnya “buka puasa” soalnya. Wkwk.

Oke deh kembali lagi ke tulisan ini.

***

Jadi, kenapa tumben tiba-tiba kepikiran lagi untuk menulis?



Yup, karena hari ini aku sedang mengalami pergejolakan batin, alias perasaan tidak menentu, karena tetiba aku sedang merasa iri (kembali) terhadap orang lain. Haha.
Jadi ya maap deh, karena tulisan ini akan bersifat “retjeh“. Hehe.

 

Baca Juga: Konsep Rejeki dan Hindari Iri (5) – Jangan Iri, Itu Berat


Kalau dulu aku iri karena orang lain punya anak, kalau sekarang karena hal lain lagi.
Wkwk, tuh kan yang namanya manusia.
Memang nggak ada habisnya ya.
Nggak ada rasa puasnya, cenderung memiliki hati yang mode-nya bukan “auto bersyukur” dalam kondisi apapun. Huft.

Jadi, lagi iri apa nih gan?

Haha, ada deh sesuatu.
Walau sebenarnya, pada mulanya, nggak terusik sama sekali akan hal tersebut.
Namun semakin bertambahnya usia pernikahan kami dan keluarga kecil ini semakin membesar, eh lha kok, jadi kepikiran lagi. Wkwk.

Tapi memang sih, rasa iri yang sekarang cenderung nggak terlalu menggebu seperti dulu saat sedang merasa iri dengan orang lain yang sudah memiliki anak duluan daripada kami, yang padahal mereka menikah jauh setelah kami menikah.

Huft.
Dari siang sampai malam di hari ini, yang aku pikirkan hanya hal ituuuuu saja. Haha.
Untunglah paksu hari ini pulang kantor lebih awal dari biasanya, jadilah Aisha bisa dipegang segera oleh Beliau, haha.

 

Baca Juga: Konsep Rejeki dan Hindari Iri (2)

 

***

Namun bersyukurnya, ketika hari semakin malam dan melewati tengah malam seperti saat aku menulis ini, rasa iri itu berangsur-angsur menghilang.
Kembali mengingat-ingat, lebih baik mensyukuri apa yang ada saat ini.
Kembali lagi mengamalkan Janji Tuhan yang berbunyi:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

Bagaimanapun, perasaan-perasaan seperti;

– iri,
– dengki,
– menyesal,
– malas,
– tidak puas,

sudah pasti datangnya dari syaiton.
Setan-setan kan emang jahat, segala rupa mereka bisikkan ke telinga manusia agar manusia terjerumus ke dalam kubangan dosa. Na’udzubillahimindzalik…

Begitupun sebaliknya. Jika manusia mampu melawan bisikan-bisikan setan tersebut, niscaya mereka-lah yang akan kelimpungan, terbakar oleh api kegagalan karena telah gagal mengelabui manusia. 😎

Jadi, apakah aku sudah lebih lega setelah “mencurahkan” isi hati melalui tulisan ini?

Bismillah, insyaaAllah ya.
Semangat gan!
Yang terpenting adalah sabar, usaha, dan banyak berdoa.
InsyaaAllah segala yang diinginkan bisa tercapai.
Aamiin aamiin Yaa Robbal’aalamiin…


Pondok Pinang,
18 Februari 2020
00.25 WIB

3 thoughts on “Konsep Rejeki dan Hindari Iri (7)

Leave a comment